Senin, 08 Juni 2015

GDP MENINGKAT, PENGANGGURAN JUGA MENINGKAT



Pendapatan Nasional merupakan salah satu indikator yang sangat penting pada perekonomian suatu Negara. Pendapatan nasional merupakan jumlah seluruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat dalam suatu Negara dalam satu tahun. 
Pada 1960an, GDP per kapita berada pada level yang sama dengan negara-negara di Afrika dan Asia. Saat terjadi krisis finansial yang parah di Asia pada tahun 1997-1998, Korea Selatan mengadopsi beberapa bentuk reformasi ekonomi, termasuk menjadi lebih terbuka terhadap investasi asing dan impor dari negara lain. Setelah itu Korea Selatan mengalami pertumbuhan ekonomi sekitar 4% per tahun antara tahun 2004 hingga 2007, bahkan pada 2010 Korea Selatan berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 10%. Namun seiring dengan pertubuhan ekonomi, ada permasalahan yang tengah dihadapi Korea Selatan, seperti pertumbuhan penduduk yang cepat, pasar tenaga kerja yang tidak fleksibel, serta ketergantungan terhadap ekspor yang notabene menyumbang sekitar setengah dari total GDP.
Bank of korea baru saja merilis data GDP dimana untuk periode kuartalan dari Januari-Maret 2014 tercatat tumbuh 0,9 persen padahal sebelumnya para ekonom memperkirakan GDP kuartalan negara tersebut hanya berada di kisaran 0,8 persen. Jika dilihat secara tahunan, angka GDP Korea Selatan juga tercatat tumbuh 3,9 persen. Saat ini perekonomian Korea Selatan sedang mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dari perkiraan. 
Berdasarkan rilis data yang sudah ada, beberapa hal yang menjadi kontributor dalam pertumbuhan ekonomi di negara tersebut antara lain tingkat konsumsi swasta meningkat sebesar 0,3% dimana pengeluaran terbanyak untuk industri otomotif seperti mobil, selain itu jumlah utang atas pembiayaan pembangunan rumah berkurang. BOK memperkirakan Korea Selatan akan menduduki peringkat ke-4 sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia dalam beberapa tahun kedepan.
Untuk saat ini, Korea Selatan belum memerlukan stimulus tambahan untuk memengaruhi paket kebijakan fiskal maupun moneternya dengan melihat pertumbuhan ekonomi yang sudah cukup cepat ini. Pasalnya, BOK berencana akan menaikkan suku bunga pada awal tahun depan untuk menekan inflasi. BOK telah menaikkan target  proyeksi pertumbuhan negaranya untuk bulan Januari 2014 lalu yang semula ditargetkan  3,8 persen saat ini menjadi 4 persen dan memroyeksikan target sebesar 4,2 persen untuk tahun depan.
Adapun, pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan terhambat karena melemahnya sektor bisnis investasi dimana tercatat bahwa pengeluaran yang dikeluarkan untuk sektor tersebut ajtuh sebesar 1,3 persen.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara erat kaitannya dengan inflasi. Oleh karena itu inflasi Maret yang tercatat sebesar 1,3 persen diperkirakan akan mencapai target yang telah ditetapkan BOK yaitu di kisaran 2,5-3,5 persen tahun ini. Tentu saja target tersebut sudah ditetapkan BOK dengan sudah mempertimbangkan sentimen negatif yang mungkin ada dari berbagai negara emerging countires.
Dalam mengendalikan inflasinya, BOK akan bermain pada suku bunga acuannya. Jika pasar sudah menunjukkan tingkat permintaan yang melonjak, maka BOK akan menaikkan suku bunga acuannya. Beberapa ekonom berpendapat BOK akan menaikkan suku bunga acuan menjadi 2,75 persen pada kuartal pertama tahun depan. 
Dalam hal inilah BOK harus berperan sebagai alat kebijakan moneter agar tidak lekas berpuas diri dengan percepatan ekonomi yang terjadi saat ini. Pasalnya, jika BOK tidak dapat mengendalikan inflasi di negaranya, maka bukan akselerasi pertumbuhan ekonomi yang dicapai, justru krisis yang akan diperoleh akibat hyper inflation.
Pendapatan riil per kapita adalah indikator yang menunjukkan daya beli sebenarnya dari pendapatan masyarakat Korea Selatan yang diperoleh baik di dalam maupun di luar negeri.
Pendapatan riil per kapita meningkat 4,2%
Dimuat: 2015-06-04 10:01:56 Terbaru: 2015-06-04 18:10:03
Pendapatan riil per kapita meningkat 4,2%
Pendapatan riil per kapita triwulan pertama tahun ini meningkat drastis dalam 5 tahun 9 bulan. 
Menurut data Bank Sentral Korea Selatan (BOK), pendapatan riil per kapita triwulan pertama tahun ini meningkat 4,2% dibanding triwulan sebelumnya. Jumlah itu mencapai titik tertinggi sejak triwulan kedua tahun 2009 yang mencatat rasio peningkatan 5%. 
BOK menjelaskan kondisi perdagangan sangat membaik berkat penurunan harga minyak internasional dan peningkatan pendapatan melalui suku bunga dan juga pengaruh dividen. 
Rasio peningkatan pendapatan riil per kapita pernah turun 0,2% pada triwulan ketiga tahun lalu, dan kembali naik sampai 1,6% pada triwulan keempat tahun lalu. 


Meskipun angka GDP di Korea Selatan meningkat, namun tingkat pengangguran di Korea Selatan pun turut meningkat. Tingkat pengangguran Korea Selatan naik tipis pada Mei, dengan sedikit pekerjaan yang diciptakan di sektor manufaktur. Menurut data yang dirilis Badan Statistik Korea, tingkat pengangguran musiman sebesar 3,2 persen pada Mei, naik dari 3,1 persen bulan sebelumnya, merupakan peningkatan pertama bulan ke bulan sejak Februari.
Badan statistik mengatakan jumlah pekerjaan di sektor kesejahteraan sosial meningkat sementara kenaikan pekerjaan di sektor manufaktur melambat. Data muncul sehari sebelum Bank Setral Korea bertemu untuk menkaingkatn suku bunga utama untuk bulan tersebut menyusul suatu kebijakan penurunan suku bunga yang mengejutkan pada bulan Mei. 
Dampak dari pengangguran tersebut pun meningkatkan jumlah kemiskinan yang ada di Korea Selatan, Tingkat kemiskinan untuk warga lanjut usia di Korea Selatan mencapai 48 persen ditahun 2013. Begitu data yang dilansir oleh Departemen Kesehatan dan Sosial Korea.
Menurut kabar yang dilansir Chosun Ilbo pada Kamis (22/1), angka tersebut merupakan peningkatan yang 3.5 kali lebih besar dari total tingkat kemiskinan nasional karena telah meraih porsi sebanyak 14 persen.
Data tersebut meliputi jumlah warga lansia yang mempunyai pendapatan 50 persen dibawah pendapatan rata-rata.
Menurut data berdasarkan faktor demografi, terdapat satu keluarga yang menduduki posisi paling miskin kedua, dan terdapat satu orang perempuan yang juga memiliki pendapatan paling rendah yang dilaporkan merupakan seorang janda.
Data baru dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) menunjukkan tingkat kemiskinan lansia Korea Selatan di tingkat tertinggi di antara anggota OECD.
Statistik OECD yang dirilis pada hari Kamis (21/5/2015) menunjukkan ketimpangan pendapatan di negara-negara anggotanya telah memburuk ke level terburuk dalam sejarah.
Sepuluh persen penduduk terkaya di negara-negara OECD memperoleh penghasilan 9,6 kali lebih banyak dari sepuluh persen penduduk termiskin pada 2012, bertambah dari 9,1 kali di tahun 2000.
Sementara itu, 40 persen termiskin hanya memiliki tiga persen kekayaan sedangkan sepuluh persen terkaya memiliki setengahnya.
Di Korea Selatan, sepuluh persen terkaya menerima 10,1 kali penghasilan dari sepuluh persen termiskin, yang tampak sedikit lebih tinggi daripada rata-rata OECD.
Tingkat kemiskinan relatif nasional di antara penduduk lansia adalah 49,6 persen, tertinggi di antara negara-negara OECD.

Anggaran Pendapatan Belanja Korea Selatan




Realisasi
Sebelum Ini
Tertinggi
Paling Rendah
Tanggal
Satuan
Frekuensi
-1.50
-1.30
3.47
-4.10
1988 - 2013
Persen dari PDB
Tahunan

Nilai saat ini, data historis, perkiraan, statistik, grafik dan kalender ekonomi - Korea Selatan - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Korea Selatan Pemerintah
Terakhir
Sebelum Ini
Tertinggi
Paling Rendah
Satuan
-1.50
-1.30
3.47
-4.10
Persen dari PDB
[+]
33.80
34.80
34.80
7.99
Persen
[+]
-16206.00
-8524.00
42914.00
-28619.00
KRW - Miliar
[+]
52167.20
52066.50
52167.20
4673.10
KRW - Miliar
[+]
80.47
[+]



KERJASAMA DENGAN NEGARA LAIN

ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) merupakan salah satu perjanjian perdagangan internasional yang melibatkan negara-negara ASEAN (termasuk Indonesia) dan Korea Selatan. Preferential treatment diberikan bagi negara-negara yang menjadi anggota perjanjian tersebut di tiga sektor : sektor barang, jasa, dan investasi, dengan tujuan dapat memacu percepatan aliran barang, jasa, dan investasi di antara negara-negara anggota sehingga dapat terbentuk suatu kawasan perdagangan bebas. Proses perundingan awal AKFTA dimulai pada awal tahun 2005 dan pada tanggal 13 Desember 2005 Kerangka Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Menyeluruh (Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation) AKFTA dapat ditandatangani oleh para kepala negara ASEAN dan Korea Selatan di Kuala Lumpur, Malaysia. Sejak saat itu, proses perundingan teknis di tiga sektor tersebut dimulai di mana perjanjian untuk ketiga sektor dapat diselesaikan dalam tahapan yang berbeda-beda. Kesepakatan perdagangan barang dapat diselesaikan paling awal dengan ditandatanganinya perjanjian perdagangan barang AKFTA tanggal 24 Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia. Sedangkan dua kesepakatan lain di sektor perdagangan jasa dan sektor investasi baru dapat diselesaikan masing-masing pada tahun 2007 dan 2009. Kesepakatan perdagangan jasa ditandatangani oleh para menteri ekonomi saat KTT ASEAN tahun 2007 di Singapura, sedangkan perjanjian investasi AKFTA ditandatangani pada saat berlangsungnya KTT ASEAN-Korea bulan Juni 2009 di Pulau Jeju, Korea Selatan.
Pada perjanjian perdagangan barang AKFTA, negara-negara ASEAN dan Korea Selatan menyepakati upaya penghapusan ataupun pengurangan hambatan-hambatan tarif maupun non tarif. Pada skema penghapusan atau pengurangan tarif tersebut diatur secara detil program penurunan dan atau penghapusan tarif secara progresif, yang dibagi atas kategori Normal Track, Sensitive List, dan Highly Sensitive List. Khusus untuk kategori Normal Track yang mencakup sebagian besar jenis produk, penurunan dilakukan secara bertahap sejak perjanjian perdagangan barang efektif berlaku hingga batas waktu seluruh pos tarif menjadi 0% paling lambat 1 Januari 2010 untuk Korea Selatan dan 1 Januari 2012 untuk ASEAN 6. Negara-negara ASEAN lain di luar ASEAN 6, atau yang bisa disebut CLMV (Cambodia, Lao PDR, Myanmar, Viet Nam) diberikan fleksibilitas berupa tambahan waktu yang sifatnya bervariasi.
Dalam neraca perdagangan antara Indonesia dan Korea Selatan pada tahun 2010, Indonesia dapat mencatat surplus sebesar US$ 4,8 miliar. Jumlah ini meningkat 43,1% dibandingkan surplus perdagangan tahun 2009 yang sebesar US$ 3,4 miliar. Total perdagangan kedua negara telah mencapai angka US$ 20,3 miliar dengan nilai ekspor sebesar US$ 12,5 miliar dan impor sebesar US$ 7,7 miliar. Angka tersebut merupakan kenaikan sebesar 57,36% dibanding total perdagangan pada tahun 2009 sebesar US$ 12,8 miliar. Sedangkan pada periode Januari-September 2011, total perdagangan kedua negara telah berjumlah US$ 21,2 miliar atau naik 47,47% dibanding periode yang sama pada tahun 2010 sebesar US$ 14,4 miliar. Perdagangan antar kedua negara menunjukkan kecenderungan positif, di mana rata-rata pertumbuhannya selama 5 (lima) tahun terakhir (2006-2010) tercatat sebesar 15,97%.
Setelah perjanjian AKFTA ini berlangsung hampir lima tahun, perlu dilakukan evaluasi dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap kontribusi dari perjanjian tersebut terhadap perekonomian Indonesia. Perjanjian perdagangan barang AKFTA merupakan salah satu sektor penting dari perjanjian AKFTA yang perlu dilakukan evaluasi atau impact assessment. Dalam hal ini, penilaian dampak suatu FTA perlu dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan suatu FTA dapat dipenuhi (Plummer 2010).
Pendapatan nasional merupakan salah satu dari tiga indikator untuk menghitung dampak dari suatu FTA terhadap suatu negara dari aktivitasnya dalam perdagangan internasional (Llyoid dan Mclaren 2004: 451). Dalam model Keynesian empat sektor, salah satu komponen pendapatan nasional adalah kontribusi ekspor. Adanya perubahan positif kontribusi ekspor terhadap pendapatan nasional Indonesia dan Korea Selatan dalam hubungannya dengan perdagangan Indonesia-Korea Selatan mengindikasikan dampak positif dari AKFTA terhadap kedua negara.


Nilai Mata Uang Won yang Semakin Menguat

Setelah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada tgl.17 September 2014, dolar Amerika semakin menguat. Dua isu terbesar pekan lalu, yaitu pertemuan FOMC dan pemungutan suara di Skotlandia berakhir positif. Namun, Federal Reserve Board memberikan sinyal kepada pasar akan meningkatkan suku bunga dan dan melaksanakan kebijakan moneter kontraktif pada waktu-waktu tertentu, sehingga kondisi nilai tukar mata uang di dunia bisa saja bergoyang.

Jika mencermati perubahan nilai tukar mata uang 32 negara terhadap dolar Amerka, mata uang won Korea Selatan mengalami penguatan. Tingkat depresiasi Won berkisar –0,9%, namun diantara mata uang yang menunjukkan tingkat depresiasi lebih rendah atau yang mengalami apresiasi dibandingkan Won adalah Yuan, Cina dengan 1,9% dan dolar Hongkong dengan 0%. Kedua mata uang itu dikendalikan secara terbatas dari sisi perubahan nilai tukar. Malaysia yang mengalami kenaikan mata uang 1,3% sudah meningkatkan 2 kali suku bunga standarnya sejak bulan Juli lalu. Namun, Korea Selatan justru menurunkan suku bunga standarnya di bulan Agustus, sehingga Won menjadi mata uang yang paling kuat pada semester kedua tahun ini.

Mata uang won menguat karena ada surplus di neraca transaksi berjalan dan demam 'beli Korea' oleh investor asing. Namun, setelah dibukanya pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), dolar menjadi meningkat secara drastis, dan hal itu menyulitkan kondisi Korea Selatan. Federal Reserve Board AS menyatakan tetap melanjutkan kebijakan suku bunga rendah, namun mereka memberitahukan adanya kemungkinan akan meningkatkan suku bunga AS sebanyak 0,25% pada akhir tahun depan. Efeknya, nilai tukar yen terhadap dolar di pasar valuta asing Tokyo menerobos 109-an yen untuk pertama kalinya dalam 6 tahun pada tgl.19 September lalu. Melemahnya yen Jepang telah berlangsung selama lebih satu setengah tahun, namun jika fenomena itu terus berlanjut, dampak negatif bagi perekonomian Korea Selatan akan semakin membesar. 

Dolar Amerika yang menguat mempercepat penurunan nilai yen, sehingga Jepang memperoleh daya saing harga produk yang tinggi untuk mendominasi pangsa pasar dalam persaingan ekspor dengan Korea Selatan. Ini menjadi sinyal merah bagi kegiatan ekspor akibat perubahan mata uang yang terus bergejolak!

Peningkatan suku bunga AS sudah ditetapkan, serta Eropa dan Jepang meningkatkan pelonggaran kuantitatif. Di masa transisi kebijakan moneter, Korea Selatan harus mengambil langkah-langkah untuk menghadapi arus dana internasional dan perubahan nilai tukar seperti melemahnya yen, menguatnya won, dll. Korea Selatan harus siap menghadapi perang mata uang sejalan perubahan keuangan global dengan menguatnya dolar.

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar